Rabu, 03 Februari 2010

BATUBARA DAN BRIKET BATUBARA





Produk

a. Batu Bara

Batubara Sebagai Sumber Energi Utama

Batubara, sebagai bahan bakar yang kaya zat karbon, merupakan komponen yang sangat penting didalam energy mix di banyak negara. Amerika Serikat, sebagai contoh, menggunakan batubara lebih dari 52% untuk menghasilkan tenaga listriknya, dan menjadikan batubara sebagai bahan bakar utama bagi industri besar yang menggunakan panas tinggi dalam jumlah banyak (heat-intesive industries) seperti industri peleburan baja, semen, dan lain-lain. Negara-negara lain seperti China, Australia, Ceko, dan Yunani, lebih dari 70% tenaga listriknya dihasilkan dari pembakaran batu bara. Bahkan Polandia dan Afrika Selatan mencapai 95%. Indonesia sendiri, yang memiliki cadangan batu bara cukup besar (lebih dari 57,8 miliar ton), ”hanya” memanfaatkan batubara sekitar 40% (setara 28 juta ton pertahun) untuk keperluan pembangkit listrik. Sebagai bahan bakar primer, persentasi penggunaan batubara lebih kecil lagi, yakni sekitar 32 juta ton pertahun, atau 15% dari total energy-mix nasional.

Peran batubara yang semakin strategis, pada dasarnya tidak terlepas dari kondisi minyak bumi yang ”tidak menentu”. Ketidakstabilan politik di negara-negara penghasil minyak, baik akibat internal maupun intervensi dari luar, serta cadangan yang terus menipis dan permintaan yang terus meningkat, telah mendorong banyak negara untuk mencari energi lain di luar minyak bumi. Dan jadilah batu bara sebagai sumber energi pilihan utama yang diharapkan mampu menggantikan posisi minyak bumi. Tidak terlalu sulit diutak-utik karena, baik minyak bumi maupun batu bara, berasal dari sumber yang sama, yakni karbon (C); minyak bumi berupa karbon cair, sedangkan batu bara merupakan karbon padat. Sudah barang tentu penggunaan batubara sebagai bahan bakar padat membutuhkan sentuhan teknologi sehingga mampu berfungsi sejajar dengan minyak bumi. Terkait dengan hal ini, pemerintah Amerika Serikat telah menyiapkan anggaran sekitar $200 juta terhitung tahun 2002 hingga 10 tahun ke depan (tahun 2012), yang akan digunakan bagi keperluan penelitian dan pengembangan (litbang) teknologi batu bara bersih (clean coal technology) agar mampu menciptakan sumber energi yang bersih, aman, terjangkau, dan berkesinambungan. Suatu bukti, dan juga keseriusan negara adidaya, bahwa ”racun” yang ada pada batu bara diyakini dapat dihilangkan, dan menjadikan batu bara sebagai sumber energi yang andal.



b. Briket Batubara ( Sebagai Bahan Bakar Alternatif )


Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM) melalui ”Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025”, telah menata kembali energy-mix nasional dengan menempatkan batu bara sebagai salah satu sumber energi andalan. Jika peran batubara hanya 14% pada tahun 2005, maka akan dinaikkan menjadi 33% pada tahun 2025. Sebaliknya, peran BBM diturunkan dari 54% (2005) menjadi 33% (2025). Peningkatan peran batu bara dalam energy-mix bukan impelementasi dari sikap panik pemerintah akibat harga minyak bumi dunia yang ”tidak wajar”, tetapi justru merupakan langkah antisipasi agar tidak terjadi krisis energi menyusul cadangan minyak bumi kita yang makin menipis. Kenaikan harga minyak bumi dunia, boleh jadi, telah memicu percepatan untuk memperbaiki energy-mix yang dirasakan timpang, namun yang paling penting adalah, bahwa negeri ini memiliki sumber daya batu bara dalam jumlah besar (57,8 miliar ton). Sungguh mubazir jika sumber daya batu bara ini tidak dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber energi, atau kita cukup puas batu bara hanya dijadikan komoditi ekspor untuk memperoleh devisa?!

Sebagai sumber energi, batu bara dapat direkayasa dalam berbagai bentuk atau penggunaan. Ia dapat diubah menjadi cair melalui pencairan (liquefaction), gas melalui gasifikasi, atau sesuai dengan aslinya (padat). Ia juga dapat digunakan secara langsung atau melalui proses pengemasan. Semua rekayasa ini tercipta melalui teknologi yang beraneka ragam, mulai dari yang paling sederhana sampai moderen, serta telah bersifat komersil di hampir seluruh penjuru dunia. Dan salah satu dari sekian banyak komersialisasi batu bara yang menggunakan teknologi sederhana adalah pengemasan batu bara, atau lebih dikenal dengan sebutan briket batu bara.

Briket batu bara telah digunakan sejak awal tahun 80-an di beberapa negara, seperti China dan Korea Selatan. Indonesia sendiri mulai mengenal briket batu bara pada tahun 1993. Namun karena waktu itu harga minyak tanah – sebagai kompetitor briket batu bara – masih rendah karena disubsidi, maka gaung briket batu bara pun hanya “seumur jagung”. Kini, seiring dengan harga minyak tanah yang mahal, maka ide penggunaan briket batu bara di tanah air muncul kembali. Bahkan pemerintah telah merencanakan untuk membuat 10 juta tungku (anglo) briket batubara guna membantu masyarakat miskin yang tidak mampu membeli minyak tanah. Suara-suara kontra pun merebak; selain dianggap sebagai buang-buang uang karena mungkin akan bernasib sama seperti di zaman pemerintahan orde baru, polusi udara akibat pembakaran briket batu bara ternyata telah membahayakan kesehatan manusia, bahkan, di China, telah menelan banyak korban jiwa.

Menggeneralisasi bahwa setiap pembakaran briket batu bara berbahaya bahkan membuat nyawa melayang, perlu diklarifikasi karena dapat menyesatkan. Hal ini disebabkan oleh;

Pertama, fakta menunjukkan, setiap pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara) pasti akan menimbulkan emisi berupa gas seperti CO, CO2, NOx, SOx dan lain-lain. Emisi seperti ini bukan hanya berasal dari pembakaran batu bara, tetapi juga dari gas buang kendaraan bermotor. Untuk mengatasinya atau, paling tidak, menguranginya banyak cara yang bisa dilakukan. Cara yang paling efektif adalah dengan mengatur dan membuat sistem pembakar sedemikian hingga menghasilkan pembakaran yang sempurna. Pembakaran yang sempurna, selain mengurangi emisi secara signifikan, juga akan membuat kinerja dan efesiensi penggunaan energi menjadi optimal. Kita melihat bagaimana kendaraan dengan asap buang yang tebal pasti tidak bertenaga dan boros bahan bakar; demikian pula kompor minyak tanah yang berasap akan lama memasak dan boros jika dibandingkan dengan kompor yang bernyala api biru. Nyala api berwarna biru menunjukan pembakaran yang lebih sempurna. Penggunaan batu bara secara umum, dan briket batu bara, tidak terlepas dari fenomena tersebut. Dengan pembakaran sempurna, selain menghasilkan kinerja yang optimal, emisi gas juga akan berkurang secara signifikan karena sebagian besar dari emisi tersebut ikut terbakar.

Kedua, berbahaya-tidaknya pembakaran briket batu bara tergantung pada tiga faktor utama, yaitu bahan baku (berupa batu bara), bahan imbuhan untuk perekat dan penyaring emisi, serta kondisi tempat di mana briket batu bara dibakar. Sejauh ini hasil penelitian yang dilakukan Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA), Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukkan, batu bara Indonesia sebagai bahan baku briket batu bara memiliki kadar sulfur dan abu yang rendah, masing-masing di bawah 1% (sulfur) dan 20% (abu). Sementara itu, dengan diperkenalkannya bio-briket batu bara, yang memakai bahan imbuhan berupa biomassa, emisi gas beracun ternyata dapat diminimalkan atau bahkan mendekati nol. Adapun pengaruh kondisi tempat pembakaran briket batu bara sangat tergantung sampai sejauh mana ventilasi ruangannya; semakin udara dapat bersikulasi dengan baik, semakin aman pembakaran briket batu bara digunakan di ruangan.

Pembuatan Briket Batubara

Tujuan utama pembriketan batu bara adalah untuk membuat bahan bakar padat serbaguna dari batu bara dengan kemasan dan komposisi yang lebih baik agar mudah dan nyaman digunakan jika dibandingkan dengan menggunakan batu bara secara langsung. Untuk memperoleh briket batu bara yang baik diperlukan batu bara yang “baik”, terutama yang memiliki kandungan sulfur dan abu rendah. Bahan imbuhan juga harus dipilih dari kualitas yang baik agar dapat berfungsi optimal sebagai perekat, mempercepat nyala, serta menyerap emisi dan zat-zat berbahaya lainnya. Batu bara dan bahan imbuhan (pencampur) ini dihaluskan secara sendiri-sendiri sampai ukuran tertentu, dicampurkan dengan memakai pencampur (mixer) mekanis, untuk kemudian “dicetak” (dibriket) ke dalam bentuk kemasan tertentu. Inilah yang namanya briket batu bara.

Dari proses sederhana tersebut, terlihat bahwa makin baik bahan baku yang digunakan, makin baik pula kualitas briket batu bara yang dihasilkan. Batu bara dengan kadar pengotor yang rendah akan menghasilkan emisi yang rendah pula. Sementara bahan imbuhan yang digunakan biasanya berupa kapur (lime) yang dapat mengikat senyawa beracun, biomasa untuk mempercepat/memudahkan proses pembakaran dan menyerap emisi, serta lempung, kanji atau tetes tebu (molase) sebagai zat perekat.


Ada tiga jenis briket batubara yang berbeda-beda komposisinya, yaitu :

1. Briket batubara biasa, campuran berupa batu bara mentah dan zat perekat (biasanya lempung). Sangat sederhana dan biasanya berkualitas rendah.

2. Briket batubara terkarbonisasi, batu bara yang digunakan “dikarbonisasi” (carbonised) terlebih dulu dengan cara membakarnya pada suhu tertentu sehingga sebagian besar zat pengotor, terutama zat terbang (volatile matters) hilang. Dengan bahan perekat yang baik, briket batu bara yang dihasilkan akan menjadi sangat baik dan rendah emisinya.

3. Briket bio-batu bara, atau dikenal dengan bio-briket, selain kapur dan zat perekat, ke dalam campuran ditambahkan bio-masa sebagai substansi untuk mengurangi emisi dan mempercepat pembakaran. Bio-masa yang biasanya digunakan berasal dari ampas industri agro (seperti bagas tebu, ampas kelapa sawit, sekam padi, dan lain-lain) atau serbuk gergaji.

Bentuk dan ukuran briket batubara hasil cetakan (kemasan) dibuat sesuai untuk keperluan sektor pengguna. Saat ini telah dikembangkan dua bentuk briket batu bara, yaitu tipe bantal (telor) yang padat dan kompak dengan ukuran 30 s/d 60 mm, dan tipe sarang tawon (berongga) dengan ukuran lebih besar (mencapai 15 cm). Kedua bentuk dibuat untuk memudahkan pemakaian dan memperoleh efisiensi pembakaran. Tipe bantal berukuran kecil cocok digunakan untuk rumahtangga (memasak), dan yang berukuran lebih besar baik untuk industri. Tipe sarang tawon juga dirancang untuk industri dan memerlukan “kompor” atau tungku yang khusus.


Apa itu briket batubara ?

Briket batubara adalah bahan bakar padat dengan bentuk dan ukuran tertentu, yang tersusun dari butiran batubara halus yang telah mengalami proses pemampatan dengan daya tekan tertentu, agar bahan bakar tersebut lebih mudah ditangani dan menghasilkan nilai tambah dalam pemanfaatannya

Apa keunggulan dari briket batu bara ?

a) panas dan tinggi contineou sehingga sangat baik untuk pembakaran yang lama

b) tidak ada resiko meledak atau terbakar

c) tidak mengeluarkan suara yang bising dan tidak berjelaga

d) sumber batubara berlimpah sehingga dapat di andalkan dalam jangka yang panjang


Mengapa briket batubara ?
Ada 4 dasar pemikiran mengapa briket perlu mendapat perhatian yang serius dalam pengembangan diversifikasi energi di Indonesia yaitu :

· Makin menipisnya cadangan minyak bumi;

· Potensi dan kualitas batubaranya cukup tersedia dan dapat menghasilkan briket yang mempunyai persyaratan;

· Tersedianya teknologi sederhana yang memungkinkan batubara dapat dibentuk menjadi briket;

· Dapat menggantikan penggunaan kayu bakar yang sangat meningkat konsumsinya dan berpotensi merusak ekologi hutan


Apa manfaat briket batubara ?

· Pemasok Bahan Bakar Yang Potensial dan Dapat Dihandalkan Untuk Rumah Tangga dan Industri Kecil

· Sumberdaya Energi Yang Mampu Menyuplai Dalam Jangka Panjang

· Pengganti BBM / Kayu Bakar Dalam Industri Kecil dan Rumah Tangga

· Merupakan tempat penyerapan tenaga kerja yang cukup berarti baik di pabrik briketnya, distributor, industri tungku, dan mesin briket dsbnya.

· Merupakan bahan bakar yang harganya terjangkau bagi masyarakat pada daerah-daerah terpencil.

· Memberikan sumber pendapatan kepada penyuplai bahan baku briket seperti batubara, tanah liat, kapur, serbuk biomas, dsbnya.

· Sebagai wadah pengalihan teknologi dan keterampilan bagi tenaga kerja Indonesia baik langsung maupun tidak langsung.

· Menghasilkan briket batubara yang sangat dibutuhkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan UKM dalam kebutuhan energinya yang akan terus meningkat setiap tahunnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar